ISTILAH-ISTILAH HADIST



I. ISTILAH-ISTILAH HADIST
1.      Rawi, periwayat: biasanya, jika seseorang membawakan hadits hampir selalu disebutkan hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, diriwayatkan oleh Musli, Abu Dawud, Ahmad, dll. maksud dari periwayat atau rawi adalah seseorang yang mendengar, menyimpan, atau menyebarkan hadits tersebut. Nah, yang biasa kita lihat atau dengar, hadits riwayat Bukhari maksudnya adalah hadits itu ditulis oleh Bukhari.
2.      Sanad: rantai perawi atau rantai periwayat. misal: Rasulullah bersabda “ini dan itu”, perkataan “ini dan itu” didengar oleh salah seorang sahabat beliau, lalu sahabat beliau menyebarkan kepada sahabat yang lain, lau sahabat yang lain tadi menyampaikan pada anaknya, anaknya menyampaikan pada anaknya lagi, anaknya lagi memberitakan pada Bukhari, lalu Bukhari menulis pada bukunya. contoh gampangnya, A->B->C->D->E dan E menulis.
3.      Shahih: bila suatu hadits dikatakan shahih, maka hadits itu dapat dipastikan (insya Allah) merupakan perkataan atau perbuatan Rasulullah. Mungkin dalam bahasa kita, hadits itu terbukti kuat. Hal yang paling menentukan shahih atau tidak sebuat hadits adalah sanad. Bila hadits itu tidak shahih, mungkin hadits itu hasan, dhaif, atau bahkan maudhu. hadits dengan tingkatan shahih WAJIB diamalkan atau dijadikan pedoman bagi seorang muslim.
4.      Hasan: hadits ini memiliki tingkatan sedikit dibawah hadits shahih, namun seorang muslim tetap WAJIB mengamalkan hadits dengan tingkatan ini. biasanya sebuah hadits digolongkan sebagai hadits hasan karena ada sedikit kekurangan di dalam kriterianya, sehingga tidak bisa menjadi hadits shahih.
5.      Dhaif: hadit lemah. hadits dengan tingkatan ini TIDAK BOLEH diamalkan karena ada kemungkinan itu bukan perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad. walaupun ada pula kemungkinan kalau hadits tersebut berasal dari Rasulullah tapi agama kita yang mulia ini memerintahkan untuk meninggalkan yang meragukan. sebagian ilmuwan atau ulama hadits membolehkan untuk mengamalkan hadits lemah tapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan syarat-syarat tersebut tidak mudah untuk dipenuhi terutama oleh kita yang sangat sedikit ilmu tentang hadits.
6.      Maudhu: palsu. hadits yang digolongkan ke dalam tingkatan ini SANGAT TIDAK BOLEH untuk diamalkan atau dijadikan pedoman bagi seorang muslim. karena hadits palsu BUKAN berasal dari Rasulullah. hadits ini merupakan karangan para pendusta yang tidak takut untuk berbohong. jika berdusta saja merupakan perbuatan dosa apalagi berdusta atas nama Rasulullah. semoga kita dihindarkan sejauh-jauhnya dari hadits golongan ini.

II. UNSUR-UNSUR DALAM HADITS
A. Matan (Matnul) Hadis
Matan secara bahasa artinya : kuat, kokoh, keras ; maksudnya ialah isi atau omongan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang akhir.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada mereka melainkan kalau ada sanadnya, mereka lakukan yang demikian itu sejak tersebarnya dusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipelopori oleh orang-orang Syi’ah. Seorang tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat th. 110H) ia berkata : “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata. Sebutkan kepada kami nama rawi-rawi kamu, bila dilihat yang menyampaikan Ahlus Sunnah diterima haditsnya, tapi bila yang menyampaikan ahlul bid’ah maka ditolak haditsnya”.
Yang disebut dengan matnul hadits ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir, baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw., sahabat, ataupun tabi’in; baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi. Misalnya, perkataan sahabat Anas bin Malik r.a., “Kami bersalat bersama-sama Rasulullah saw. pada waktu udara sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya, lantas sujud di atasnya.”
Perkataan sahabat yang menjelaskan perbuatan salah seorang sahabat yang tidak disanggah oleh Rasulullah saw. (Kunna sampai dengan fasajada ‘alaihi) disebut matnul hadits.
B. Sanad
1. Arti Sanad
Sanad atau thariq, ialah jalan yang dapat menyambungkan matnul hadits kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Dalam bidang ilmu haduts sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shahih atau dhaifnya. Andai kata salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau jika setiap para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung (muttashil), maka hadits tersebut dhaif sehingga tidak dapat dijadikan hujja. Demikian sebaliknya jika para pembawa hadits tersebut orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, takwa, tidak fasik, menjaga kehormatan diri (muru’ah), dan memilikimdaya ingat yang kredibel, sanadnya bersambung dari satu periwayat ke periwayat lain sampai pada sumber berita pertama, maka haditsnya dinilai shahih.
Tidak layak naik ke loteng atau atap rumah kecuali dengan tangga. Maksud tangga adalah sanad, jadi seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Rasulullah dalam periwayatan hadits melainkan harus melalui sanad. Pernyataan di atas memberikan petunjuk, bahwa apabila sanad suatu hadits benar-benar dapat di pertanggung jawabkan keshahihannya, maka hadits itu pada umumnya berkualitas shahih dan tidak ada alasan untuk menolaknya. Studi sanad khusus hanya dimiliki umat Muhammad, umat-umat terdahulu sekslipun dalam penghimpunan kitab suci mereka dan juga tidak ditulis pada masa Nabi nya tidak disertai sanad. Padahal ditulis setelah ratusan tahun dari masa Nabi nya. Kitab suci mereka ditulis berdasarkan ingatan beberapa generasi yang dinisbatkan pada Nabi Isa yang tidak di sertai dengan sanad.
C. Rawi
1. Ta’rif Rawi
Rawi adalah orang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (guru). Bentuk jamaknya ruwah dan perbuatannya menyampaikan hadis tersebut dinamakan me-rawi (meriwayatkan hadis). Seorang penyusun atau pengarang, bila hendak menguatkan suatu hadis yang ditakhrijkan dari suatu kitab hadis pada umumnya membubuhkan nama rawi (terakhirnya) yakni salah satunya Imam Muslim, Imam Bukhari, Abu Daud, Ibnu Mazah, dan lain sebagainya, pada akhir matnul hadis. Ini berarti bahwa rawi yang terkhir bagi kita semisal Bukhari dan Muslim, kendatipun jarak kita dan beliau sangat jauh dan tidak segenerasi, namun demikian kita dapat menemui dan menguji kitab beliau, yang hal ini merupakan sanad yang kuat bagi kita bersama.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
As Sab’ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa’i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah
As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab’ah) selain Ahmad
Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab’ah) selain Bukhari dan Muslim
Al Arba’ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab’a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab’ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
Al Jama’ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab’ah).

III. KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS
Para Ulama telah sepakat bahwa Hadits merupakan salah satu undang – undang yang wajib ditaati.kedudukannya sesudah al-Qur'an,artinya seorang mujtahid tidak kembali kepada sunnah dalam membahas hukum suatu kejadian,kecuali setelah dia tidak memperoleh hukum kejadian tersebut dalam al-Qur'an.
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur'an yang memberikan pengertian bahwa Hadits itu suatu poko bagi syariat Islam,dan harus ditaati sebagaimana mentaati al-Qur'an.dalam Al-Qur'an banyak ayat yang mewajibkan umat Islam mengikuti Rasulullah Saw terhadap segala perintahnya dan larangannya.
Allah Swt berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.(al-Hasyr 59 : 7)
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٣٢
“Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Ali Imron 3 : 132)
Bahkan Allah Swt mengancam orang-orang yang tidak taat kepada Rasul Saw :
لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٦٣)
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul Saw) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” ( Annur : 24 : 63 )
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِين
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( Ali Imron 3 : 32 )
Adapun dilihat dari segi hukum-hukum yang ada dalam hadits dan hubungannya dengan al-Qur'an,maka hadits mempunyai tiga keadaan :
1. Mengakui dan menguatkan suatu hukum yang tersebut dalam al-Qur'an
sehingga hukum itu mempunyai dua sumber, yaitu ayat yang menetapkannya dan hadits yang menguatkannya. Misalnya perintah mendirikan sholat berpuasa pada bulan ramadhan,menunaikan ibadah haji,dan larangan menyekutukan Allah,memberikan kesaksian palsu,menyakiti ibu bapak,membunuh tanpa hak dan sebagainya.
2. Menjelaskan al-Qur'an
yaitu menafsirkan yang mujmal (global),mengaitkan yang mutlak atau menghususkan yang umum.  Allah Swt berfirman :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al - Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[*] dan supaya mereka memikirkan. ( an-Nahl 16 : 44)
Misalnya al-Qur'an memerintahkan sholat,mengeluarkan zakat,menunaikan haji dan tidak memerinci rakaat,kaifiyat ( cara ) ruku',sujud dan sebagainya,kadar zakat dan manasik haji. Akan tetapi Sunnah Amaliyah ( perbuatan Nabi Saw ) dan Sunnah Qauliyah ( Sabda Nabi Saw ) yang memerincikan perintah yang mujmal ( global ) tersebut.
3. Menetapkan suatu hukum yang tidak tersebut dalam al-Qur'an.
Jika ada suatu perbuatan atau kejadian yang tidak ditetapkan hukumnya dalam al-Qur'an,maka hokum ini ditetapkan dengan hadits.misalnya diharamkan mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibinya menjadi istri seseorang, dan apa yang tersebut dalam hadits :
يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب
Artinya : Diharamkan karena sebab persusuan apa-apa yang diharamkan karena keturunan

Imam Syafi'I menegaskan dengan nada pasti bahwa segala sesuatu yang dikatakan oleh para imam merupakan keterangan bagi sunah adalah penjelasan bagi al-Qur'an.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN TEATER DI INDONESIA

SIMPLE PAST TENSE DAN PRESENT PERFECT TENSE, RECAUNT TEX, NARATIVE TEXT